KESEHATAN MENTAL
A. DEFINISI KESEHATAN MENTAL
Menurut
Pieper dan Uden (2006), kesehatan
mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah
terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya
sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi
masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya,
serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Notosoedirjo dan Latipun (2005),
mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental
hygene) yaitu: (1) karena tidakmengalami gangguan mental, (2) tidak jatuh sakit
akibat stessor, (3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan
lingkungannya, dan (4) tumbuh dan berkembang secara positif.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa Kesehatan mental adalah Suatu kondisi dimana
kepribadian, emosional, intelektual dan fisik seseorang tersebut dapat berfungsi
secara optimal, dapat beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan dan stressor,
menjalankan kapasitasnya selaras dengan lingkungannya, menguasai lingkungan, merasa
nyaman dengan diri sendiri, menemukan penyesuaian diri yang baik terhadap
tuntutan sosial dalam budayanya, terus menerus bertumbuh, berkembang dan matang
dalam hidupnya, dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan
menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan
sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
B. KONSEP SEHAT
1.
Dimensi Emosional
Menurut
Goleman, emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah,
sedih, senang. Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kesetabilan
dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau
senang) secara tidak berlebihan.
2.
Dimensi Intelektual
Kesehatan
intelektual meliputi usaha untuk secara terus-menerus tumbuh dan belajar untuk
beradaptasi secara efektif dengan perubahan baru. Bagaimana seseorang berfikir,
wawasannya, pemahamannya, alasannya, logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat
secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam
kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam
memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3.
Dimensi Fisik
Menurut
dimensi fisik, seseorang dikatakan sehat secara fisiologis (fisik) bila
terlihat normal, tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu
apapun. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh
sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit.
Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
4.
Dimensi Sosial
Kesehatan
sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan,
status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan
menghargai. Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi
dan berhubungan baik dengan sekitarnya mampu untuk bekerja sama. Tingkah laku
manusia dalam kelompok sosial, keluarga, pernihakan, dan sesama lainnya,
penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku.
5.
Dimensi Spiritual
Spiritual
merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan
agama masing-masing. Sementara orang yang sehat secara spiritual adalah mereka
yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani
dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal
yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional. Spiritual sehat
tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni
Tuhan Yang Maha Kuasa.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN
MENTAL
Beratus-ratus
tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah
syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita
penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum
dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun
ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi
orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan
William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam
mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa
Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya
usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang
dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea
Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari
Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental
dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki
kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke
Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar
pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh. Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh. Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula.
Beberapa
zaman Kesehatan Mental di dunia
Zaman
Prasejarah
Manusia
purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis,
dll.
Zaman
peradaban awal
1. Phytagoras (orang yang pertama
memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental)
2. Hypocrates (Ia berpendapat
penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)
3. Plato (gangguan mental sebagian
gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
Zaman
Renaissesus
Pada
zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan
filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam
dunia tahayul.
Era Pra
Ilmiah
1. Kepercayaan Animisme
2. Kepercayaan Naturalisme
Era Modern
Perubahan
luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783.
Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit
Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics
(orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan
tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya
pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur
dengan air.
Rush
melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang
menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara
berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan
dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan. Pada
tahun 1909, gerakan mental Hygiene
secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas
dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia
dinobatkan sebagai The Founder of
the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang
luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang
sangat manusiawi. Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat
pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat
menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program
jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga
masyarakat.
Pada
tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan
berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental
hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih
dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini
dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The
World Health Organization.
KESEHATAN
MENTAL DALAM SEJARAH KEILMUAN ISLAM
1.
Peradaban dan Perkembangan Keilmuan Islam
Setelah
wafatnya Rasullullah SAW, pada hari senin 12 Rabi’ul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M,
Islam dengan cepat menyebar ke berbagai penduduk bumi. Hampir 100 tahun setelah
Rasulullah meninggal, Islam telah tersebar dari anak Benua India, keseluruhan
Jazirah Arab, dan sebagian Asia Selatan serta Eropa Timur. Pada Era ini,
perkembangan segi keilmuan Islam, maupun disiplin ilmu-ilmu yang lain
berkembang dengan pesat secara bersamaan. Hampir di dalam berbagai bidang
keilmuan yang sekarang ada mulai dari fisika, kimia, matematika, astronomi,
geografi,seni, sastra, kesehatan dan sebagainya, Islam memiliki tokoh-tokoh
yang handal dalam bidangnya masing-masing. Salah satu ilmu yang menjadi kajian
pokok pada masa itu ialah ilmu tentang jiwa5 (ilmu mental). Jiwa sebagai kajian
pokok ilmu kesehatan mental dirasa amatlah penting keberadaannya karena semua
perbuatan, sifat, serta tingkah laku merupakan refleksi keberadaan jiwa itu
sendiri.
2. Tokoh
Islam dalam Bidang Kesehatan Mental
Di
dalam bidang kedokteran, maupun kesehatan mental sebagai salah satu disiplin
ilmu yang menyertainya dan tidak dapat dipisahkan. Dunia Islam pada masa lampau
maupun sekarang banyak menghasilkan tokoh-tokoh yang ahli dalam bidang ini,
antara lain seperti Ibnu Sinna, Ibnu Thufayl, Ibnu Nafis, al-Ghaffiki, Bahjat
Mustafa Efendi, Daud al-Antaki, dan sebagainya. Para tokoh tersebut merupakan
tokoh yang terkemuka di dalam dunia kedokteran serta kesehatan mental. Akan
tetapi, kajian tentang kesehatan mental telah jauh ada dan dicetuskan oleh
seorang tokoh Islam bernama Zakariyya ar-Razi6 (251 Hsebelum datangnya era Ibnu Sinna sampai sekarang). Era
ar-Razi merupakan era pengkodifikasian ilmu-ilmu medis, baik dari al-Qur’an dan
al-Hadits maupun pengetahuan Timur dan Barat seperti India, Persia dan Yunani
terus dilakukan dan dikembangkan dikota-kota besar Islam. Selain beliau orang
pertama yang menemukan air raksa (Hg), sebelum Alexei Mikhailovitsy (1629-1676
M), beliau juga orang pertama yang menyatakan bahwa kondisi jasmani dari
seseorang banyak terpengaruhi oleh kestabilan jiwa yang dimiliki orang
tersebut. Kesetabilan jiwa yang dimiliki seseorang ditentukan oleh determinan
lingkungannya. Oleh karena itu, untuk mempercepat proses penyembuhan seseorang
pasien, maka haruslah dilakukan upaya-upaya dalam bentuk terapi fisik (seperti
dengan pengenalan aroma terapi dan relaksasi), terapi non fisik (kaitannya
dengan agama), serta pemilihan lingkungan yang tepat guna mendukung terjadinya
proses penyembuhan. Pada perkembangan selanjutnya, pemikiran ar-Razi tentang
kesehatan jasmani yang berakar pada kesehatan mental atau jiwa juga
dikembangkan oleh tokoh-tokoh besar setelahnya seperti Ibn Sina, Ibn Thufayl
dan al-Ghaffiki. Pada masa hidupnya, ar-Razi juga telah menghasilakan beberapa
karyanya, yaitu seperti Ath-Thib al-Mansuri, the Comprehenssive Book,
al-Kimya, al-Hawidan Qanun Fiqh Thibb.
D.
PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL
A.
Pendekatan Orientasi Klasik
Sehat
fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada
keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental. Kesehatan Mental : terhindarnya individu dari gejala gangguan
jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom
negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang
biasanya tidak bisa dikuasai individu. Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
·
Simptom-simptom bisa terdapat juga pada
individu normal
·
Rasa tidak nyaman dan konflik bisa
membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
·
Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan
pada ada atau tidaknya keluhan.
A.
Pendekatan Orientasi Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu
bermasalah : apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar
dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Normal
dalam Orientasi ini :
a)
Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
b)
Normal secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat
dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya
dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak
dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya
semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu
dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan
tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam
masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut.
Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga
perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku
yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang
bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain.
B.
Pendekatan Orientasi Pengembangan
Potensi
Kesehatan
mental : pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga
membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan
penyakit jiwa . Tokohnya : Allport , Maslow , Roger Fromm
Kriteria
mental sehat dalam orientasi ini :
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan
untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata
yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang
bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang
sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya
perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran
tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan
perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
SUMBER